The Basic Principles Of ebook sirah nabi muhammad
The Basic Principles Of ebook sirah nabi muhammad
Blog Article
apalagi memperoleh pengajaran. Apa yang diriwayatkan sementara ini bahwa dalam perjalanan Muhammad menemani pamannya ke Syam ketika beliau masih berumur eight atau 9 tahun sempat bertemu dengan seorang pendeta -tidak bernama Bahira tetapi Sergius- adalah catatan yang masih diragukan keabsahannya. Tapi lihatlah betapa besar kerugian yang menimpa Sirah akibat kelalaian dan minimnya daya nalar serta ketidak telitian sebagian penulis tradisional kita terutama penulis al-Sirah alHalabiyah yang walaupun demikian populer namun tidak bisa diterima kecuali setelah melakukan pengecekan yang ekstra teliti terhadapnya. Pindah kepada paragraf 4 dan five dalam riwayat Bukhari yang berbunyi: “Dengan hati bergetar bahkan dengan tubuh menggigil Rasulullah kembali ke rumahnya mendapatkan Khadijah dan meminta untuk diselimuti. Kemudian setelah perasaannya kembali reda beliau menceritakan kepada Khadijah apa yang telah terjadi dan bersabda: “Aku sangat cemas” dan untuk itu Khadijah menenangkan dengan mengatakan: Tidak, Demi Allah, Tuhan tidak akan pernah mengecewakanmu. Sesungguhnya engkau tiada pernah mengabaikan silaturrahim, tidak pernah memutuskan hubungan kekeluargaan, engkau suka mengatasi persoalan yang dihadapi oleh orang lain, engkau adalah penyantun bagi yang tak punya dan selalu memuliakan tetamu serta selalu berlapang dada menghadapi setiap cobaan”. Uraian ini lebih mendekati kenyataan, karena setelah mengalami yang terjadi di gua dan sejenak berdiam diri sementara berusaha mengembalikan kekuatannya Muhammad segera beranjak pergi meninggalkan gua menuju rumahnya sedang sekujur tubuhnya sedemikian dingin dan menggigil. Karena itu beliau meminta untuk diselimuti dan ketika tubuhnya mulai menghangat, jiwanya mulai tenang dan rasa takutnya mereda beliau menceritakan kejadiannya.
Bahkan pula, hadis-hadisnya telah di-tahqiq dan di-takhrij oleh Syaikh Salim bin ΄Ied al-Hilali hafizahullah sehingga dapat dibezakan dan difahami mana yang sewajarnya dijadikan sebagai hujjah dan mana yang tidak. Selain itu, makna lafaz-lafaznya telah diperjelas sehingga dapat difahami dengan mudah. Dan yang istimewa, adanya tambahan perbahasan mengenai sifat fizikal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, keadaan rumah tangga beliau, dan hukum-hukum yang Allah khususkan bagi Nabi-Nya ini, yang tidak di-miliki oleh Nabi-Nabi selainnya ataupun oleh umatnya. Demikianlah sebuah pembentangan dan maklumat yang sangat jarang diperolehi pada mana-mana buku Islam bertemakan sirah. Membaca buku ini, selain dapat menyelami huraian kisah-kisah Nabi secara fakta dan ilmiyah, ia juga mampu memberikan motivasi dan meningkatkan semangat para pembaca dalam usaha-usahan mengikuti dan mencontohi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
adalah buku yang penting, tidak hanya bagi kaum Muslim, tetapi juga non-Muslim untuk memahami kisah Muhammad dan ajaran yang dibawanya secara lebih jernih.
mempersilahkan setiap orang berbicara. Beliau mendengarkan setiap pembicaraan secara seksama. Apabila mereka telah mencapai kesepakatan, keputusan kemudian ditetapkan oleh beliau. Hal seperti itu beliau lakukan sewaktu merumuskan piagam Madinah yang seluruh pasalpasalnya didiskusikan dalam pertemuan terbuka. Dilakukan pula oleh beliau sewaktu mempersiapkan perang Badr, dan perang Uhud. Juga pada perang al-hudaibiyyah yang berakhir dengan perjanjian al-hudaibiyyah. Demikianlah tradisi Rasulullah selama ini. Umat adalah pemegang kekuasaan tertinggi menyangkut persoalanpersoalan keduniaan dan urusan politik yang merupakan kepentingan mereka. Rasulullah mendengarkan setiap perdebatan dan sesekali saja beliau mengarahkan lalu memutuskan pendapat yang disepakati. Tradisi inilah yang menjadikan umat Madinah sebagai masyarakat beriman yang merdeka, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Beliau tidak pernah memperlakukan seseorang dengan perlakuan istimewa kecuali atas dasar-dasar kemampuan dan bakat-bakat keahliannya terutama kredibilitas keimanan. Sa'd ibn 'Ubadah yang segera akan memperoleh perlakuan 'keras' pada akhir pertemuan ini adalah orang yang paling dicintai Rasulullah. Tidak sekali saja beliau pernah memuji-muji dan mendo'akannya untuk senantiasa mendapat rahmat Allah. Ia sesungguhnya tidak mempunyai ambisi tetapi kaumnya yang memaksa. Tatkala Abu Bakr tiba dan bertanya kepadanya: bagaimana pendapatmu, Abu Tsabit? jawabnya: aku termasuk dalam golonganmu" (Al-Baladzari , vol. one/581). Dalam karya-karya Ibn Sa'd, Thabari dan Al-Baladzari terdapat kutipan yang hampir mencakup seluruh catatan (semacam notulen) pertemuan tersebut. Sebuah pertemuan yang menjadi kebanggaan umat Islam hasil didikan Rasulullah observed dan kelanjutan tradisinya. Hanya pada pertemuan ini yang menjadi peristiwa satu-satunya dalam sejarah umat Islam hingga abad fashionable dimana keputusan menentukan bagi kepentingan umat seluruhnya ditetapkan berdasarkan permusyawaratan murni, terbuka dan bebas.
Selanjutnya, berikut kita simak paragraf ketiga dari riwayat Bukhari yang berbunyi : “Sedang berada di Gua Hira kebenaran datang kepadanya berupa malaikat yang menyuruhnya membaca. Beliau bersabda: Jawabku, bukanlah aku seorang pembaca. Beliau bersabda: “malaikat itu merangkul dan memeluk tubuhku hingga aku merasa tak berdaya, kemudian melepaskan dan menyuruh membaca, aku jawab: bukanlah aku seorang pembaca, lalu merangkul dan memelukku lagi seperti semula hingga merasa tak berdaya, kemudian melepaskan dan menyuruhku lagi membaca; aku jawab bukanlah aku pembaca lalu merangkul dan memelukku lagi kemudian melepaskan dan berkata: “Bacalah dengan nama Tuhanmu.....”; Ini adalah uraian yang dengan tepat dan ringkas menerangkan kejadian maha agung dalam sejarah umat manusia; yakni peristiwa lahirnya Muhammad sebagai Nabi, peristiwa lahirnya Islam. Oleh karena peristiwa ini adalah yang satu-satunya terjadi dalam sejarah di mana seorang manusia menerima wahyu dan beralih menjadi Nabi, maka layak untuk mencermati setiap kata dan setiap gejala yang ada di antara baris-baris dan kejadiannya. Seperti telah disinggung di atas waktu terjadinya peristiwa tersebut adalah antara dzuhur dan magrib. Pada hari itu Muhammad dijadwalkan kembali ke rumah sebelum matahari terbenam. Kesendirian Muhammad di gua pada saat kejadian tanpa ditemani oleh keluarganya mempunyai makna tersendiri. Tidaklah memungkinkan bagi Muhammad untuk ditemani oleh siapapun karena beliaulah sendiri yang harus menyaksikan dirinya menerima wahyu agar dapat merasakan seluruh pengalaman yang mengiringinya.
Pengalaman itu sendiri adalah mu'jizat yang spesifik untuk Muhammad, berbeda dengan pengalaman Nabi Ibrahim AS. yang sejak semula sudah menyadari bahwa Allah selalu bersamanya sehingga tatkala dilemparkan kedalam unggukan api ia yakin akan merasa sejuk dan damai serta selamat keluar dari bara api. Berbeda pula dengan Nabi Musa AS. yang sejak masih dalam kandungan hingga lahir bahkan sampai menginjak masa remaja dalam pemeliharaan Tuhan, sehingga tatkala menghadapi ahliahli sihir Fir'aun, ia yakin akan mendatangkan mu'jizat yang akan mengalahkan semua sihir mereka betapapun tingginya. Berbeda pula dengan keadaan Nabi Isa AS. yang sejak masih bayi sudah dapat berbicara. Terdengar oleh Muhammad suara yang menyuruhnya membaca tanpa melihat sesuatupun. Seluruh perhatiannya tertuju kepada suara yang tidak diketahui dari mana asalnya itu dan yang didengarnya dengan sangat sadar. Maka beliau bertanya apa yang kubaca? lalu merasa dicekik hingga tak berdaya seakan menghadapi sakrat al-maut. Agak sulit memang membayangkan malikat -yang sampai detik-detik peristiwa itu berlangsung tidak diketahui apakah Jibril atau selainnya- menguasai jiwa raga Muhammad sehigga terasa tercekik seolah-olah sedang menyelam di dasar laut dan seakan menghadapi sakrat al- maut itu. Apa yang dirasakan Muhammad saat itu adalah perasaan kaget bercampur ketakutan tiada tara hingga terasa tercekik, kemudian sedikit-demi sedikit perasaannya reda dan pernafasannya mulai normal kembali. Inilah maksud pernyataannya "kemudian melepaskan aku", dan saat itu beliau menjawab: aku bukanlah pembaca. Membaca di sini dapat berarti membaca sesuatu yang tertulis, juga dapat berarti membaca sesuatu yang dihafalkan, dapat pula berarti mengulangi bacaan yang diterima atau yang didengarkan.
yang tercatat dalam buku Muhammad karya Husein Heikal sebagai buku Sirah yang terpopuler dewasa ini. Diriwayatkan “tatkala Muhammad sedang tidur suatu hari di dalam gua hira beliau kedatangan malaikat membawa suatu lembaran lalu menyuruhnya membaca, Muhammad menjawab: apa yang aku baca? Terasa malaikat seakan mencekiknya kemudian melepaskan dan menyuruh lagi membaca yang dijawabnya seperti semula: apa yang kubaca? Terasa malaikat seakan mencekiknya lagi kemudian melepaskan dan menyuruh membaca. Dijawabnya dalam keadaan takut untuk dicekik lagi: apa yang aku baca ? Malaikat berkata : “ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang maha Pencipta; Dia Menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, Tuhanmu maha Mulia; Dia yang mengajarkan menulis; Dia yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui”26 Kemudian beliau membaca ulang dan malaikatpun beranjak pergi, sedangkan ayat-ayat tersebut telah tercatat di hatinya”. Demikian Heikal menguraikan peristiwa turunnya wahyu kepada Muhammad tanpa berupaya mempertanyakan apakah Muhammad benar dalam keadaan tidur ketika malaikat datang? Bagaimanakah bentuk lembaran di tangan malaikat? Lalu tangan apakah gerangan yang terasa seakan mencekiknya. Jika Muhammad adalah seorang ummy27 yang tidak dapat membaca dan menulis, mengapa justeru malaikat datang membawa lembaran?
eight. MEMASUKI MEDAN PERTEMPURAN Rasulullah dan pengikutnya berangkat dari Rouha, melalui Al-Khabiratain belok ke kanan kemudian ke kiri meniti terjal yang berliku-liku, dari kheifa al-mu'taridha sampai tsaniyat almu'taridha hingga tiba di al-tiya (letak geografis tempat-tempat tersebut telah dibuktikan secara ilmiyah pakar kita Hamdu al-Jasir). Setibanya di al-Tiya mereka bertemu dengan seorang badui yang bernama Sufyan Al-Dhamary. Ia memperkirakan pasukan Qureisy berada di dekat al-Tiya, ketika Rasulullah menanyakan kepadanya perihal Qureisy; dan atas kecerdikan Rasulullah, beliau juga menanyakan di manakah Muhammad dan para sahabatnya diperkirakan berada, sang badui menjawab sesuai dengan informasi yang didengarnya, mereka pasti berada di dekat tempat yang sama. Ketika ia balik bertanya kepada siapa ia berbicara? Rasulullah menjawab “kami datang dari sumber mata air”, lalu pergi meninggalkan sang badui dalam keadaan bingung. Beliau jujur dalam jawabannya, karena mereka memang datang dari sumber mata air. Bagaimanapun, jawaban sang badui menunjukkan bahwa mereka cukup mengetahui perkembangan yang terjadi meskipun nampaknya mereka adalah orang-orang yang sangat bersahaja. Rasulullah bersama para sahabat kemudian melanjutkan perjalanan meniti jalan turun mengikuti telaga Badr pada malam jum'at seventeen Ramadlan 2H/13 Maret 624M. Mereka sejenak beristirahat di arah utara sebuah bukit berpasir. Bukit mana, oleh Al-Waqidi dinamakan Qouz yang terletak tidak jauh dari sebuah tempat yang bernama Al-'Aqanqal. Menurutnya tempat tersebut menjadi batas antara pasukan kaum Muslim dengan pasukan Mekkah. Tetapi anggapan itu tidak benar. Yang tepat ialah di belakang bukit pasir ini, yakni di sebelah timur lautnya, terdapat Badr dan telaga Badr yang berhubungan dengannya.
pada perang Badr dan Khaebar? Mereka tidak hadir karena satu alasan, yaitu bahwa 'kelompok perencana' menyadari bahwa jika tidak melakukan antisipasi preventif akan kehilangan kontrol dan tak dapat menguasai keadaan di tengah mayoritas kaum al-anshar berikut prioritas bani Hasyim yang perlu dikedepankan pada situasi yang genting ini. Pertanyaan-pertanyaan dan persoalan yang penulis ajukan bukanlah hasil renungan terhadap jalannya peristiwa belaka melainkan fakta, yang penulis akan uraikan lebih lanjut beserta buktibuktinya pada paragraf berikutnya. Barangkali sebagian dari argumentasi itu dapat diajukan sekarang dan kita akan menyaksikan kenyataan bahwa begitu Rasulullah pindah ke rumah Aisyah dan tampak penyakitnya semakin keras serta diperkirakan ajalnya sudah dekat, persoalan lantas menjadi urusan politik. Suatu perencanaan masa depan (suksesi) mulai dicanangkan dan yang paling pertama mengambil prakarsa dalam hal ini adalah Abu Bakr dan Umar termasuk Abu Ubeidah, Sa'd ibn Abi Waqqash dan juga barangkali Al-Mughirah ibn Syu'bah. Kami menilai pandangan mereka tepat dan kami memuji pula langkah-langkah mereka karena bahaya yang sedang mengancam tidak boleh dibiarkan tergantung kepada kondisi. Umat yang sedang bangkit dengan kekuasaan yang meluas mencakup seluruh semenanjung Arab bahkan sedang merambah ke luar; demikian pula harta kekayaan yang terkumpul yang meski jumlah banyaknya sedekah tidak begitu berpengaruh dalam kehidupan umat namun sebagai kekayaan yang merupakan lambang kesatuan umat , semua itu tidak boleh dibiarkan tergantung kepada keadaan dimana jika terjadi kerusuhan suatu umat besar akan hilang begitu saja? Kembali mengikuti perkembangan situasi di mana Musa ibn 'Uqbah berkata: "Tatkala Nabi noticed jatuh sakit para isterinya berkumpul melayaninya beberapa hari dan beliau pun selalu mengimami shalat. Suatu saat kala azan dikumandangkan beliau memerintahkan mu'azin untuk memberitahu Abu Bakr agar memimpin shalat; Aisyah sempat mengomentari permintaan Rasulullah dan mengatakan: Abu Bakr terlalu halus perasaan sehingga jika didudukkan pada posisimu ia akan menangis, mengapa bukan Umar saja?
di tsaqifah dan jenazahnya yang mulia tetap ditempat, belum dikebumikan selama dua hari penuh padahal suhu udara bulan Juni di Hijaz cukup lembab yang menyebabkan adanya perubahan warna tubuh Rasulullah. Bagaimanapun, yang baik adalah yang telah ditentukan Allah. Termasuk rahmat dari Allah kepada umat ini bahwa masalah pengganti beliau berhasil disepakati, ditentukan, ditetapkan semasih jenazah beliau di tengah-tengah umatnya dan belum dikebumikan. Barangkali riwayat Musa ibn 'Uqbah kurang tepat karena semestinya shalat shubuh tapi jika menghitung raka'atnya ternyata lebih dari dua raka'at. Lebih dari itu ada pendapat lain bahwa shalat terakhir Rasulullah adalah shalat dhuhur. Tampaknya pendapat ini lebih mendekati kebenaran karena sesuai dengan kronologi peristiwa. Ibn 'Abbas berpendapat bahwa shalat terakhir ini terjadi pada hari Kamis tetapi masih perlu dipertanyakan bahkan diragukan. Ibn Sa'd merilis satu riwayat tersendiri yang kami anggap perlu diketengahkan disini meski kami tidak yakin kebenarannya tetapi memiliki indikasi dimana terlihat bahwa kaum al-anshar menyadari bahwa mereka telah 'dijauhkan' sebagaimana perasaan yang sama dialami oleh bani Hasyim. Sekolompok besar dari mereka datang menjenguk Rasulullah. Berkata Ibn Sa'd, berdasarkan riwayat yang cukup layak (untuk diterima) melacak kepada Ibn Abbas (yang mengatakan): ada yang mendatangi Rasulullah dan mengatakan kepada beliau: bagaimanalah nasib orang-orang al-anshar yang sedang berkumpul lelaki dan perempuan semuanya menangis; Rasulullah bertanya: apa yang membuat mereka menangis? mereka menjawab: karena prihatin jika baginda meninggal. (Berkata Ibn Sa'd) Para perawi dengan nada sama meriwayatkan bahwa Rasulullah mendatangi mereka dan duduk merunduk di atas mimbar dalam keadaan kepala terikat. Kepada website mereka, Rasulullah mewasiatkan setelah memanjatkan puji syukur kepda Allah sebagai berikut: sesungguhnya orang-orang al-muhajirin semakin bertambah banyak jumlahnya sedangkan al-anshar tidak bertambah.
Kemudian beliau merasa senang melakukan khalwat dan pergi ke gua hira melakukan ibadah. Adalah konsekwensi psikologis setelah Muhammad sering mengalami mimpimimpi indah bahwa beliau mendapatkan dirinya terdorong untuk melakukan khalwat, menyendiri di tempat-tempat sunyi karena kontemplasi spiritual amatlah mengasyikkan baginya.
Oleh karena itu di masa Rasulullah tidak ada lembaga-lembaga negara seperti lembaga eksekutif, legislatif dan semacamnya tapi ketentuan al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah yang diterapkan oleh anggota masyarakat secara jujur dan konsekwen berdasarkan kesadaran hati sanubari. Mereka tidak memerlukan pegawai karena setiap anggota masyarakat mengetahui dan menyadari tugas dan kewajiban serta hak masing-masing; yang berarti jika mereka melakukan sesuatu apapun maka sebenarnya ia telah melayani dan menyenangkan diri sendiri. Rasululah adalah pengarah, pengayom, pemberi petunjuk dan penerang jalan kehidupan. Lebih keliru lagi asumsi yang menganggap Muhammad sebagai politisi, karena dalam politik selalu ada kesan tipu-daya, sedangkan hal semacam itu tidak boleh bagi seorang Rasul atau Nabi. Demikian juga sebagai panglima perang, karena panglima umumnya bertugas menghancurkan lawan, sedangkan Muhammad sebagai Rasul tidak pernah betujuan menghancurkan atau menewaskan lawan. Termasuk tidak boleh menjuluki Rasulullah sebagai diplomat, karena dalam diplomasi selalu ada kecenderungan tipu-muslihat, atau hipokrit20 bahkan dusta, sedangkan sifatsifat seperti itu tidak boleh bagi seorang Nabi. Jadi, yang lebih layak dan pantas ialah julukan yang diberikan Allah dalam al-Qur'an-Nya atau julukan yang ditetapkan oleh beliau sendiri; yaitu : al-Syahid yakni: contoh, bukti, tauladan, penunjuk jalan, pemberi kabar gembira yang mengajak kepada jalan Allah atas izin-Nya. Demikian itu adalah merupakan terminologi dari al-Qur'an sendiri dan dapat menjelaskan sifat dan fungsi Rasulullah.
Dengan mencontoh Rasulullah berarti umat Islam seharusnya menjadi contoh dan tauladan bagi segenap umat manusia. Tak pelak lagi, bilamana umat Islam menyadari kedudukannya seperti itu tentu mereka akan tampil memimpin dunia. Sudah tentu Muhammad tiada akan disesali oleh siapapun jika tinggal diam di Mekkah dan merasa cukup dengan ibadah-ibadahnya, setelah segala cara ditempuh untuk menarik simpati penduduk Mekkah tidak ada yang berhasil. Tapi tidak demikian pribadi Muhammad dan sikap seperti itu tidak ada dalam kepribadiannya. Bilamana Mekkah telah menutup segala pintu harapan, maka dicari tempat lain. Beliau menaruh harapan pada penduduk Thaif. Dengan ditemani anak angkatnya, Zaid ibn Haritsa beliau berangkat menuju Thaif, namun tidak membuahkan hasil, karena kecenderungan penduduk yang terdiri dari keturunan tsaqief itu terlalu jauh untuk memikirkan aqidah atau agama. Mereka adalah pemilik-pemilik tanah yang subur dan produktif. Perjalanan hijrah ke Thaif memerlukan renungan oleh kita. Seperti telah disinggung terdahulu bahwa seluruh pintu harapan sudah tertutup di Mekkah. Sedangkan sepeninggal Abu Thalib kepemimpinan keluarga Abdul Mutthalib jatuh ke tangan Abu Lahab yang pada gilirannya tidak menunjukkan kesiapan untuk melindungi Muhammad sebagaimana Abu Thalib. Ini berarti bahwa Muhammad tidak mendapat perlindungan sukunya ketika meninggalkan Mekkah menuju Thaif. Dengan demikian tatkala kembali ke Mekkah beliau harus meminta perlindungan al-Muth'am ibn Jubeir yang pada gilirannya mempersyaratkan tidak boleh berdakwah di dalam kota Mekkah. Suatu kenyataan yang memaksa beliau mengarahkan dakwah ke luar kota. 12 thirteen
Seperti buku-buku M. Quraish Shihab lainnya, buku ini pun ditulis dengan bahasa yang renyah dan mudah dipahami oleh pembaca awam sekalipun.
Report this page